05 Oktober 2012 SLEMAN-- Hutan tanaman industri (HTI) telah kehilangan jati diri sebagai hutan. Meski tetap disebut hutan, sebenarnya HTI lebih merupakan perkebunan kayu.
Menurut Guru Besar Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada Djoko Marsono, kaidah hutan sebagai ekosistem mikro ternyata telah hilang. "Ini berarti kemampuan ekosistemnya untuk mempertahankan produksi, kesuburan tanah, mencegah erosi, mencegah banjir dan kekeringan, sama sekali telah hilang," katanya pada pidato Dies Natalis Fakultas Kehutanan UGM ke-49, Jumat (5/10).
Ia menjelaskan, dari sisi kebijakan, pemerintah saat ini terkesan ragu dalam menentukan sikap. Sebab, HTI disebut sebagai hutan, tetapi de facto adalah perkebunan kayu. Jika HTI berperan sebagai hutan, tidak jelas di mana peran HTI yang seharusnya mampu bersifat homeostatis sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan.
"Lebih bernuansa sebagai perkebunan kayu, sehingga secara ekologis HTI bisa dikatakan telah kehilangan jati diri," ujarnya.
Dalam pidato dies natalis yang mengambil judul Ekosistem Unggul sebagai Jawaban Kemunduran Fungsi Hutan dan Lahan, Djoko menjelaskan jika HTI sebagai perkebunan kayu, dalam sistem silvikultur perlu ditambahkan masukan energi dan teknologi. Itu untuk mengatasi kelemahan karakteristik hutan tersebut sebagai chemical stabilizing factor seperti yang terjadi di perkebunan, seperti perkebunan ko[pi dan cokelat.
Di sisi lain, tambahnya, hutan jati yang menurut para ahli berhasil sebagai contoh pengelolaan hutan tanaman, pada kenyataannya tidak mampu menahan penurunan produktivitas, degradasi, dan kerusakan lingkungan. "Dalam perspektif ekologis, sikap rimbawan terkesan ragu terhadap program HTI," papar Djoko.
Posting Komentar